Monday, 27 July 2015

Tatakrama berteman dan berhubungan dengan Allah dan Makhluq




Hasil gambar untuk gambar kitab bidayah

Tatakrama berteman dan berhubungan dengan Allah dan Makhluq
dari kitab Bidayah al Hidayah  karya: Imam al Ghazali

Ketahuilah bahwa temanmu yang tidak akan berpisah denganmu baik ketika kamu di suatu tempat, ketika kamu bepergian, ketika kamu tidur, bangun, atau ketika kamu tidur atau mati adalah Tuhanmu dan tuanmu juga junjungan dan penciptamu yaitu Allah. Ketika kamu mengingatnya maka Dia akan bersamamu, karena Allah sendiri mengatakan :
أَنَا جَلِيْسُ مَنْ ذَكَرَنِى، وَمَهْمَا اِنْكَسَرَ قَلْبُكَ خَزَنًا عَلَى تَقْصِيْرِكَ فِى حَقِّ دِيْنِكَ فَهُوَ صَاحِبُكَ وَمُلاَزِمُكَ
Artinya :"Saya adalah pendamping orang yang selalu mengingat-Ku. Dan ketika hatimu gusar karena takut akan kelemahanmu dalam hal aama maka Dia akan menjadi teman setiamu dan mendampingimu".

Karena Allah Swt sendiri juga berfirman dalam ssebuah hadits qudsi :
أَنَا عِنْدَ الْمُنْكَسِرَةِ قُلُوْبُهِمْ مِنْ أَجْلِى
Artinya :"Saya akan selalu menemani orang yang hatinya gusar karena Saya"      

Kalau kamu sudah merasakan ma'rifat dengan Allah Swt maka kamu akan menjadikan-Nya sebagai teman setia, dan kamu akan meninggalkan orang-orang sebgai teman. Tapi kalau kamu tidak mampu melakukannya sepanjang waktumu, maka sempatkanlah dalam sebagaian waktumu baik malam atau siang untuk menikmati (al-taladzudz) bermunajat dengan Tuanmu yaitu Allah Swt. Dan untuk hal itu kamu harus mengetahui tatakrama berhubungan dengan Allah Swt (âdâb al-shuhbah ma'a Allâh).

Adapun tatakrama berhubungan dengan Allah Swt (âdâb al-shuhbah ma'a Allâh) adalah dengan menundukkan kepala, merundukkan pandangan, menyandarkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt, membiasakan diam, dan mengekang anggota tubuh.
Disamping itu, tata kramanya adalah bersegera melaksanakan segala apa yang telah diperintahkan oleh Allah Swt dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah Swt, tidak dengan mudah mendahului kuasa (al-qudrât) Allah, selalu mengingat Allah, selalu memikirkan dan merenungkan kekuasaan Allah, mengiringi dan menutupi kebathilan yang telah di kerjakan dengan kebenaran (al-haq), tidak selalu menghamba kepada sesama makhluq, tunduk di bawah kebesaran Allah Swt, merasa hina karena malu kepada Allah Swt atas kesalahan-kesalahan yang telah dikerjakan. 
Sedangkan tatakrama yang laiannya adalah melepaskan diri segala beban duniawi sehingga tidak merasa terbelenggu dengan pekerjaan, yang hal tersebut bisa dengan meyakinkan pada diri bahwa semuanya hal itu sudah ditanggung oleh Allah Swt dan tawakkal atas keutamaan yang dipunyai oleh Allah Swt yaitu dengan menyerahkannya semuanya --sebagai bentuk ikhtiar—kepada Allah Swt.
Sebaiknya semua bentuk tatakrama ini menjadi bagian dari kehidupanmu sehari-hari baik siang maupun malam. Karena ini semua merupakan bentuk tatakrama persahabatab (al-shuhbah) dengan dzat yang tidak akan pernah pisah dan dipisahkan dari dirimu, berbeda dengan makhluq (manusia) yang pada waktunya pasti berpisah darimu.
Sedangkan kalau kamu adalah termasuk orang ahli dalam suatu keilmuan ilmu (al-'âlim) maka bentuk tatkramanya ada tujuh belas, yaitu ; bersabar, selalu aris, duduk dengan posisi seperti orang yang takut karena banyak berbuat salah dan lemah dengan menundukkan kepala, menanggalkan sifat takabbur di depan setiap orang kecuali kepada orang yang berbuat dzalim sebagai bentuk perlawanan agar tidak berbuat dzalim, selalu bersifat andap asor (tawaddlu') dalam setiap forum atau acara-acara yang lain, tidak senang bergurau dan berkelakar.
Sehingga, dengan begitu kamu akan merasa dirimu rendah di hadapan Allah Swt dengan hati nurani yang bersih (ikhlâsh). Tidak penundukan diri yang hanya didasari dengan ni'atan supaya ditakuti dan dipuja oleh para manusia, atau juga dengan harapan orang mengharagaimu sehinggu kamu akan bisa meraup keuntungan duniawi.               
Juga usahakan untuk selalu berteman dengan orang yang sedang menuntut ilmu, selalu bisa menjaga diri ketika berkumpul dengan orang yang selalu merasa dirinya paling tahu dan pintar, berusahalah memperbaiki orang yang bodoh dengan bimbingan serta tidak berbuat kasar kepadanya, tidak mudah menghentak orang yang menjawab "saya tidak tahu" ketika ditanya, berilah perhatian kepada orang yang bertanya dan usahakan untuk memahami pertanyaanya, mau menerima pendapat atau argumen yang diajukan oleh orang lain dengan berpatokan pada kebenaran, juga selalu mengembalikannya kepada kebenaran ketika merasa salah dalam berpendapat, selalu memberi nasehat kepada pelajar agar tidak tidak tercebur kepada ilmu yang bisa menyesatkan dan menjadikannya tidak tercerahkan untuk mendapatkan ilmu yang bermanfa'at yaitu menuntut ilmu dengan tujuan selain Allah Swt.    
Selalu memberi sran kepada para pelajar agar tidak mudah disibukkan dengan hal-hal yang sifatnya kewajiban umum (fardl al-kifâyah) yang pada akhirnya dia akan meningalkan hal-hal yang sifatya kewajiban individu (fardl al-'ain), karena pada hakekatnya fardlu 'ain itu bisa memperbaiki dirinya sendiri secara dhahir maupun bathin yaitu dengan taqwa.
Sehingga, seharusnya seorang guru ('alim) harus menerapkan ketaqwaan pada dirinya sendri terlebih dahulu supaya dapat ditiru oleh para pelajar. Karena seorang murid akan mengikuti gurunya dengan tindakannya terlebih dahulu setelah itu baru setiap perkataannya. Kalau kamu adalah seorang pelajar maka tatakrama yang harus pakai dengan gurumu adalah ; mengawalinya dengan hormat dan mengucapkan salam kepada guru, tidak banyak bicara ketika di hadapnnya, tidak berkata apapun kecuali hanya ketika ditanya guru, tidak bertanya kecuali ketika dipersilahkan oleh gurunya,      
Tidak menentang apa yang dikatakan oleh sang-guru dengan mengatakan "menurut si-fulan begini tidak seperti yang anda katakan" karena hal itu seperi mangdu domba antara guru dengan orang lain tersebut, tidak menunjukkan gelagat yang tidak baik ketika berbeda pendapat dengan guru, dan merasa dia lebih benar dari gurunya, juga tidak membuat forum sendiri ketika berada di forum gurunya.
Ketika duduk didepan guru jangan menoleh ke kanan atau ke kiri akan tetapi duduklah dengan tenang dan menundukkan kepala seperti ketika shalat, jangan mengeluarkan pertanyaan ketika guru dalam keadaan marah, ketika dia berdiri keluar ruangan ikutlah berdiri sebagai tanda penghormatan, jangan mengikuti atau menirukan pembicarannya ketika dia berbicara atau ketika dia bertanya, jangan mengeluarkan pertanyaan kepadanya ketika di jalan sebelum dia sampai di rumahnya,
Jangan berburuk sangka atas emua tindakannya yang dhahir ketika kamu tidak menyukainya karena dia itu lebih tahu tentang apa yang dia kerjakan dibanding kamu. Dalam hal ini ingatlah kejadian nabi Musa a.s dengan nabi Khidlir a.s dimana nabi Musa a.s berkomentar ketika nabi Khidlr a.s melobangi perahu yang di tumpanginya, hal itu sebagaimana yang diceritakan dalam al-Qur'an dimana nabi Musa a.s hanya melihat perbuatan nabi Khidlr a.s secara dhahir saja :

فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا. قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا.

Artinya :"Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidhr melobanginya. Musa berkata :"Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?, "Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. Dia (Khidlr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku". (al-Kahfi 18 :71-72)

Sedangkan kalau kamu sebagai seorang anak yang masih mempunyai dua orang tua maka tatakramanya seorang anak terhadap kedua orang tuanya adalah, dengarkan perkataan keduanya, berdirilah ketika keduanya berdiri untuk beranjak dari tempat duduknya, kerjakan apa yang diperintahkannya selama tidak melanggar perintah dan larangan Allah, jangan berjalan di depannya, jangan berbicara dengan nada atau suara keras sehingga melebihi suaranya, datanglah ketika dipanggil, rawatlah ketika keduanya sakit, ringankan tenaga dan kesempatanu untuk membantu dan melayaninya, jangan kamu tunda-tanda lagi untuk berbakti kepadanya, jangan memandangnya dengan pandangan yang sinis, jangan cemberut di hadapnnya, jangan bepergian kecuali dengan izinnya.           
Dan ketahuilah bahwa selain macamnya orang tersebut, juga ada tiga macam lagi orang yang akan kamu temukan yaitu ; adakalnya teman bergaul, teman kenalan, dan teman yang bodoh. Sedangkan ketika kamu harus bertemu dan bergaul dengan teman-teman yang bodoh tersebut maka tatakrama yang harus pakai adalah ketika berkumpul dengan mereka adalah jangan sampai kamu masuk ke dalam dan terpancing dengan pembicaraan mereka, tetapi usahakan-lah untuk membiarkan dan melupakan apa yang mereka bicarakan. Juga jangan terlalu sering ketemu dengan mereka, atau sampai terpaku kepada mereka, berilah pengarahan kepada mereka atas kemungkaran yang mereka lakukan dengan halus, atau berilah mereka nasehat kalau hal itu kalau dimungkingkan mereka mau menerimanya.         
Sedangkan terhadap teman yang seperti saudara dan teman bergaul kamu meedepankan dua hal, yaitu ; mereka harus mereka harus benar-benar bisa menjadi seperti saudara dan teman bergaul, jangan bersaudara orang yang tidak bisa menjalin persaudaraan dan pertemanan.
Dalam sebuah hadits, nabi Muhammad Saw, mengatakan :
اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Artinya :"Seseorang itu bisa diketahui (tingkat) keberagamaannya dengan mengetahui (tingkat) keberagamaan temannya, maka cari dan lihatlah siapa temannya dia".
Sehingga, ketika kamu ingin mencari teman yang sejati, maka kamu harus mempertimbangkannya melalui lima hal ;           
Yang pertama adalah akal, dan tidak baik berteman dengan orang yang bodoh. Karena pada akhirnya, ketika kamu berteman dengan orang yang bodoh, adalah dia hanya akan menyusahkanmu dan akan membuatmu susah. Dia hanya akan memanfa'atkanmu. Oleh karena itu, musuh yang berakal itu lebih bagus dari pada teman yang bodoh. Ali bin Abu Thalib pernah mengatakan dalam bebarapa bait syairnya yang artinya :
* "Janganlah berteman dengan orang yang bodoh, karena itu jagalah dirimu (dari berteman dengannya) dan hati-hatilah darinya. Karena tidak sedikit orang bodoh yang hanya akan menghinakan orang yang bijaksana ketika menjadikannya teman".
* "Seseorang itu dapat diukur dari temannya ketika mereka bersamaan, seperti sepasang sandal yang akan diketahui sama atau tidak ketika keduanya bersanding".
* "Setiap sesuatu itu akan bisa saling mengetahui ketika diukur dan dibandingkan dengan yang lainnya dengan sebanding, juga hati yang akan saling mengetahui ketika bertemu dengan yang sebandinya".

Yang kedua adalah bagus budi pekertinya, janganlah berteman dengan orang yang peragainya jelek, yaitu orang yang tidak bisa menguasai nafsunya ketika marah atau ketika birahinya tinggi. 'Alqamah al-'Atharidi ketika akan meninggal  berwasiat kepada anaknya : "Wahai anakku kalau kamu ingin berteman dengan sesorang, maka carilah teman yang ketika kamu minta bantuannya maka dia mau, ketika kamu menjadikannya teman maka dia bisa mewarnaimu, ketika ekonomimu sulit maka dia membantumu.
Maka dari itu, bertemanlah dengan orang yang ketika dia kamu ajak untuk berbuat baik maka dia mau, ketika dia melihat kebaikan pada dirimu dia senang, dan ketika melihat kejelekan pada dirimu maka dia menutupinya.
Juga berusahalah berteman denga orang yang ketika kamu berkata yang benar dia membenarkannya, ketika kamu bersamanya mengerjakan sesuatu maka dia memepersilahkan kamu, dan ketika kamu bertentangan dia mau mengalah.
Ali bin Abu Thalib dalam dua sya'irnya mengatakan :
* "Sesunggunya teman yang sejati adalah yang akan selalu bersamamu, dia mau mengorbankan dirinya hanya demi kamu".  
* "Yaitu teman yang ketika kamu tidak ada maka dia selalu membelamu, dia berani berkorban untuk membantumu".

Yang ketiga adalah orang yang bagus tingkah lakunya, sehingga janganlah berteman dengan orang yang fasiq yang selalu berbuat kemaksi'atan. Karena barangsiapa yang tidak pernah takut kepada Allah Swt maka segala tindakannya tidak bisa dipercaya yang akan selalu berubah berbarengan berubahnya keadaan dan tujuannya.
Dalam sebuah ayat al-Qur'an dikatan :
وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
Artinya :"Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas". (al-Kahfi 18: 28) 

Maka berhati-hatilah jangan sampai kamu berteman dengan orang yang fasiq. Karena dengan seringnya kamu melihat kemasiatan dan kefasikan maka hal itu akan bisa menghilangkan persaan hatimu akan ketidak senanganmu terhadap maksiat yang pada akhirnya kamu akan menganggapnya sebagai hal yang ringan. Sehingga hatimu akan mudah terjangkit penyakit maksiat membicarakan orang lain (al-ghîbah) karena kamu sudah terpengaruh dengan hal itu.
Akhirnya, ketika kamu melihat ada seorang ahli fikih menggunakan cincin dari emas atau memakai pakaian yang terbuat dari sutra maka orang-orang akan menjelekkannya, padahal dosanya orang-orang tersebut (karena ghibah) itu sebenarnya lebih besar dari pada si-fakih yang memakai cincin dan pakaian tersebut.      
Yang keempat adalah jangan sampai kamu menjadi orang yang sangat haus akan hal-hal duniawi, karena cinta dunia merupakan bisa yang mematikan. Karena pada dasarnya watak (thab') itu diciptakan dengan standar sama yang munkin akan saling ingin sama (tasyabbuh) dan meniru (iqtida). Ketika suatu watak tidak mempunyai arah maka dia kan mencari mengambil dari watak yang lain yang dia lihat.
Sehingga, ketika kamu berkumpul dengan orang yang senang dunia maka kamu akan ikut senang dunia, juga ketika kamu bekumpul dengan orang zuhud maka kamu juga akan menjadi zuhud.
Yâng kelima adalah bertemanlah dengan orang-orang yang jujur dan jangan berteman dengan orang-orang pendusta. Karena kalau kamu berteman dengan pembohong maka kamu benar-benar tertipu, karena pembohong bagaikan kotoran yang ada dikelopak mata yang bisa mendekatkan kepadamu hal yang jauh dan menjauhkan hal dekat darimu.
Dan kalau kamu tidak bisa menemukan orang-orang yang jujur sebagai teman, baik di tempat-tempat belajar maupun di masjid-masjid, maka ada dua langkah yang bisa kamu lakukan, yaitu : Pertama, Uzlah (mengasingkan diri) atau menyendiri, hal ini akan bisa menyelamtkan kamu dari para pendusta. Kedua, kamu bisa bergaul dengan mereka tapi dengan membatasi pergaulanmu dengan melihat standar perbuatan mereka.
Karena pada hakekatnya relasi yang berlandaskan persaudaraan itu ada tiga macam : Pertama, pertemanan yang ada kaitannya dengan hal-hal ukhrowi, yang dalam persaudaran ini kamu harus mengutamakan urusan-urusan agama. Yaitu pertemanan yang berdasarkan atas kesamaan keyakinan atau saudara seiman. Kedua, pertemanan yang ikatannya disebabkan oleh adanya hubungan dalam hal-hal duniawi, dimana dalam pergaulanmu ini kamu harus mendahulukan budi pekerti yang baik. Ketiga, pertemanan yang kamu harus tinggalkan. Dimana dalam hubungan pertemanan ini kamu harus mengutamakan atau berusaha agar selamat dari kejelekan, fitnah, dan tipu dayanya yang ada dan akan muncul dari temanmu tersebut.    
Sedangkan bentuk manusia itu ada tiga macam : Pertama, orang yang sifatnya seperti gizi yang akan selalu dibutuhkan. Kedua, orang yang sifatnya seperti obat yang akan dibutuhkan orang dalam waktu tertentu. Dan Ketiga, orang yang sifatnya seperti penyakit yang tidak akan pernah diharapkan siapapun, akan tetapi setiap orang yang terkena hal itu dan tidak akan bisa lepas dari itu walaupun tahu tidak ada manfa'atnya.
Sehingga mungkin langkah yang bisa kamu lakukan adalah berusaha menerima dengan hati ikhlas, karena walaupun begitu teman yang seperti iti ada kalanya berfaidah sekali ketika kamu bertemu dengannya, yaitu ketika kamu melihat kejelekan-kejelekan tingkah lakunya dan tindakannya sehingga dengan begitu kamu akan mersa jijik dan tidak senang yang pada akhirnya kamu akan tidak menyenainya dan semakin menjahuinya. 
Orang yang beruntung adalah orang yangmau dinasehati yang lainnya, karena seorang mukmin adalah bagaikan cermin bagi yang lainnya. Hal ini sebagimana peertanyaan yang dilontarkan kepada nabi 'Isa a.s : Siapa yang membimbingmu ?, 'Isa menjawab : Saya tidak dibimbing oleh siapapun, akan tetapi saya melihat kebodohannya orang yang bodoh (melakukan sesuatu) akhirnya saya meninggalkannya. Hal itu sesuai dengan sabda nabi Muhammad Saw :
فَلَوْ اِجْتَنَبَ النَّاسُ مَا يَكْرَهُوْنَهُ مِنْ غَيْرِهِمْ لَكَمُلَتْ آدَابُهُمْ وَاسْتَغْنَوْا عَنِ الْمُأَدِّبِيْن
Artinya :"Ketika sesorang mampu meninggalkan apa yang dia tidak senangi pada orang lain, maka budi pekertinya benar-benar sempurna dan tidak akan pernah butuh orang untuk membimbingnya".
Tugas yang kedua adalah, menjaga hak-hak pertemanan. Karena ketika terjalain kontak pertemanan antara kamu dengan yang lain, maka disitulah timbul hak-hak yang harus kamu perhatikan.   
Dalam sebuah hadits, nabi Muhammad Saw juga mengatakan :
مَثَلُ الأَخْوَيْنِ مَثَلُ الْيَدَيْنِ تَغْسِلُ إِحْدَاهُمَا الأُخْرَى وَدَخَلَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَجَمَةً فَاجْتَنَى مِنْهَا سِوَاكَيْنِ أَحَدُهُمَا مُعْوَجٌّ وَالآخَرُ مُسْتَقِيْمٌ وَكَانَ مَعَهُ بَعْضُ أَصْحَابِهِ فَأَعْطَاهُ اَلْمُسْتَقِيْمَ وَأَمْسَكَ لِنَفْسِهِ اَلْمُعْوَجَّ، فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ أَنْتَ أَحَقُّ مِنِّى بِالْمُسْتَقِيْمِ، فَقَالَ : رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ صَاحِبٍ يَصْحَبُ صَاحِبًا وَلَوْ سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ إِلاَّ وَيَسْأَلُ عَنْ صُحْبَتِهِ وَأَقَامَ فِيْهَا حَقَّ اللهِ تَعَالَى أَوْ أَضَاعَهُ
Artinya :"Pertemanan itu bagaikan dua tangan, diamana antara kedua kan saling membersihkan, lalu Nabi Saw sekelompok orang dan megambil dua batang siwak yang satu bengkok dan yang satu lurus.lalu beliau memberikan siwak yang lurus kepada shahabat dan mengambilnya siwak yang bengkok., lalu mereka mengtakan : Wahai Rasulullah, engkau lebih berhak siwak yang lurus, nabi menjawab : Dalam pertemanan itu akan dipertanggung jawabkan setiap apa yang dilakukannya, apakah dia memenuhi hak Allah atau tidak?".


Dan dalam hadits lain dikatakan :
مَا اِصْطَحَبَ إِثْنَانِ قَطُّ إِلاَّ وَكَانَ أَحَبُّهُمَا إِلَى اللهِ تَعَالَى أَرْفَقُهُمَا بِصَاحِبِهِ
Artinya :"Dua orang yang berteman tidak kan bisa mendaptkan apa-apa dari pertemanan tersebut kalau pertemanan itu tidak membuatnya lebih akrab".     

Adapun tatakrama pertemanan adalah bisa berbentuk saling membantu dalam hal yang berkaitan dengan finansial, tapi apabila tidak mungkin, maka cukup dengan memberikan lebihan harta dengan segera ketika teman kita membutuhkannya, dan tidak dengan menunggu-nunggu.
Disamping itu, tatakrama yang juga harus kamu perhatikan adalah menjaga hal-hal yang disepakati menjadi rahasia, saling menutupi kekurangan, tidak berkomentar apapun atas komentar orang karena tindakannya yang jelek, menyampaikan pujian-pujiannya orang agar dia merasakan senang, mendengarkan dengan baik apa yang dia bicarakan, tidak berkomentar seenaknya (dengan nada marah) atau komentar yang jelek atas apa yang ia bicarakan.  
Dan kalau kamu memanggilnya maka panggillah dengan mengunakan nama yang paling dia senangi, pujilah atas kebaikan-kebaikannya, berterima kasihlah dengan apa yang telah ia kerjakan, jagalah nama baiknya ketika dia tidak ada dihadapnmu sebgaimana dia melakukan hal itu atas dirinya, berilah nasihat kalau memang diperlukan dengan lemah lembut, maa'afkan atas kesalahan yang telah ia lakukan dan jangan menghardiknya, do'akanlah ketika dia tidak ada atau ketika dia sudah meninggal dunia, juga jagalah hubungan baik dengan kelaurga dan kerabatnya ketika dia sudah meninggal dunia. 
Permudahlah segala urusannya dan jangan kamu memberi beban yang membuat dia merasa keberatan apalagi ketika dia dalam keadaan sangat membutuhkan, hiburlah hatinya, tunjukkanlah kegembiraan kepadanya ketika dia mendapatkan kesenangan dan tunjukkanlah kesedihan ketika dia dihadapkan dengan hal-hal yang dtidak dia senangi, pandailah menyimpan apa yang yang diekspresikannya sehingga akan menjadi teman sejati baik secara perasaan (al-sirr) maupun tindakan nyata (al-'alâniah), ketika bertemu dengannya maka dahuluilah dengan mengucapkan salam, berilah ruang (tempat duduk) yang cukup banginya ketika bersamaan di suatu forum, dan antarkan dengan ikut berdiri ketika dia berdiri untuk keluar. 
Diamlah selama dia berbicara sampai dia selesai dan jangan memasuki pembicaraannya dengan memotong perkataannya, juga yang penting kamu perhatikan adalah tatacara bergaulah dengannya dimana gunakan model bergaul dengan cara yang dia senangi.
Dengan begitu kamu akan mencitakan pertemanan yang sejati, karena barang siapa yang tidak bisa merasakan cinta temannya sebagaimana dia merasakan cintanya sendiri maka pertemannanya itu hanya penuh dengan kemunafikan yang hanya akan didapatkan kejelekan baik di dunia maupun di akhirat. Ini semua merupakan tatakrama bergaul dengan orang-orang yang bodoh yang hal itu juga bertujuan menciptakan ikatan persaudaran.  
Model yang ketiga adalah, berteman dengan orang-orang yang kamu kenal (kenalan). Jagalah pergaulanmu dengan mereka karena diantara mereka ada yang bodoh yang tidak akan memberi kebaikan kepadamu, malah sebaliknya, dia hanya akan memberi kejelekan kepadamu. Karena misalnya, ada diantara kenalanmu yang hanya besr omongnya saja tapi hakekaktnya dia tidak terlalu memperhatikan pertemanan tersebut. Maka hati-hatilah ketika kamu menemukan orang yang seperti itu dan jauhilah sekuatmu.
Tapi ketika kamu tidak bisa mengelak dari mereka baik ketika di sekolah-sekolah mapun dia masjid-masjid atau pasar, atau disuatu tempat, maa tetap jangan sampai kamu meremehkannya. Karena kamu tidak tahu bahwa mungkin diantara mereka ada yang lebih bagus dan baik dari kamu, tapi juga jangan kamu agungkan palagi dalam hal duniawi, karena hal itu hanya akan menghancurkanmu.     
Karena hal-hal duniawi di sisi Allah Swt adalah sesuatu yang kecil sekali, jadi ketika kamu menggap apa yang ad dunia ini (hal-hal duniawi) ini adalah hal yang agung di matamu, maka kamu tidak akan terlihat oleh Allah Swt. Sehingga, berusahalah untuk memberikan pengetahuan keagamamu kepada mereka, karena dengan begitu kamu akan bisa mendapatkan hal-hal duniawi tersebut.
Dan orang yang melakukan itu (mengagunggakan hal-hal duniawi) hanyalah orang-orang yang kecil yang akan selalu berlawanan denganmu. Sehingga ketika kamu berhadapan dengan mereka maka jangan lawan mereka secara langsung. Karena kamu tidak akan mampu menghadapinya, begitupulah dengan kesabaran, karena kamu akan kehilangan agamamu juga kamu hanya akan menghadapi berbagai kesusahan.    
Jangan bersamanya dengan menghormatinya, juga waspadalah dengan penghormatannya kepadamu, atau rasa kasihnya kepadamu. Karena ketika kamu benar-benar meneliti aakah dia benar-benar begitu maka kamu tidak akan menemukannya karena sangat sedikit sekali.
Jangan pernah mengharap dan membayangkan bahwa dia akan bertindak yang sama baik ketika ada banyak orang atau ketika sepi. Dan kamu jangan sampai kaget kalau dia akan marah kepadamu ketika kamu tidak ada, juga kamu jangan sampai marah kepadanya karena ketika kamu melakukan itu berarti kamu juga seperti mereka. Hal itu juga jangan kamu lakukan terhadap teman-temanmu atau sanak saudarmu, apalagi terhadap guru-gurumu juga kedua orang tuamu. Karena kamu tidak akan melakukan hal itu kepada mereka semua ketika mereka ada di depanmu.         
Jangan pernah mengharapkan dan membayangkan harta, kedudukan, atau bentuan mereka. Karena tindakan tersebut hanya akan membuatmu rendah di hadapan mereka juga kan membuatmu menyesal dikala nanti pada hari kiamat. Ketika kamu minta kepada orang lain karena sagat membutuhkan lalu dia memberikannya maka bersyukurlah kepada Allah Swt dan dan berterimaksihlah kepadanya.
Tapi kalau dia tidak bisa memberikannya maka janganlah kamu mecelanya, karena hal itu hanya kana menjadi permusuhan di antara kamu. Sebagai sesama mukmin salaing mencarilah kebaikan diantara kita jangan seperti orang munafik yang hanya bisa mencari kekurangan ('aib). Sehingga ketika dia tidak membrikan permintaanmu, maka berfikirlah bahwa dia tidak memberikannya karena mungkin dia dalam keadaan darurat ('udzr).
Dan jangan pernah memberi saran (mau'idzah) kepada orang yang menurutmu sudah ada tanda-tanda tidak akan menerima saranmu tersebut walaupun mungkin dia masih mau menerimanya, atau tanda-tanda yang menunjukkan dia sama sekali dia tidak mau mendengarkan saranmu tersebut, dan kamu harus ingat dan perhatikan bahwa orang seperti itu adalah musuh bagimu.
Ketika mereka (teman-temnmu) telah melakukan kesalahan akhirnya mereka malu untuk ikut belajar bersamamu maka kamu tidak perlu mengajaknya belajar lagi, karena walaupun dia mau belajar bersamamu tapi sebenarnya dia hanya mencari kemafa'atan saja baginya di balik itu sehingga akan menjadi musuh bagimu. Kecuali kalau memang kesalahan temanmu tersebut ditimbulkan oleh kebudohan yang mereka miliki, maka nasehatilah mereka dengan halus dan jangan secara keras.        
Kalau kamu melihat pada temanmu tersebut ada kemuliaan dan kebaikan maka bersyukurlah kepada Allah Swt karena telah menjadikanmu senang kepada mereka, tapi kalau kamu melihat pada mereka banyak kejelekan maka serahkanlah semuanya kepada Allah Swt dan mintalah perlindungan kepada-Nya dari segala kejelekan yang mereka kerjakan. Juga jangan memarahinya dan jangan pernah berkata kepadanya : Kenapa kamu tidak tahu kedudukanku? Saya adalah si-fulan bin fulan, saya adalah orang yang pintar dalam bidang keilmuan. Karena sesungguhnya perkataan seperti itu adalah perkataan orang yang sangat bodoh, sedangkan sebodoh-bodohnya orang adalah orang yang hanya mengharumkan dan memuji dirinya sendiri.
Dan ketahuilah, bahwa Allah Swt tidak akan pernah menjadikan mereka sebagai penguasa bagimu kecuali karena dosa-dosa yang telah amu kerjakan, maka minta ampunan-lah atas dosa-dosamu tersebut. Dan sadarilah, bahwa itu semua merupakan balasan dari Allah Swt.        
Dan usahakan, ketika kamu bersama mereka sebagai orang yang hanya mendengarkan kebenaran-kebenaran yang mereka lakukan, tidak mendengarkan dan tidak mau mendengarkan kejelekan-kejelekan, membicarakan kebaikan-kebaikan yang mereka lakukan dan diam dengan kejelekan yang mereka kerjakan.
Hindarilah bergaul dengan para ahli fikih sekarang ini yang selalu menyibukkan diri dengan beda pendapat dan debat. Juga, hatilah-hatilah dengan mereka karena mereka sudah lama selalu mencari celah untuk menhghancurkanmu dengan kedengkian yang mereka miliki, mereka hanya mempunyai prasangka-prasangka kejelekan terhadapmu, selalu bermain mata dibelakangmu. Mereka selalu mencari kekurangan-kekuranagan yang ada pada dirimu sehingga ketika mereka menemukannya maka mereka akan membicaraknanya di hadapan mereka.      
Mereka sama sekali tidak mau menutupi kesalahan yang ditemukannya pada dirimu tersebut, juga mereka tidak mau mengampuni kesalahan yang telah kamu lakukan walaupun kamu sudah meminta ma'af, disamping itu mereka tidak mau menutupi kehormatanmu sehingga menjadi malapetaka karena karena terlalu mudahnya terkelupas bagaikan tipisnya kulit jeruk.
Mereka akan selau dengki dengan apa yang kamu dapatkan walaupun itu hanya sedikit apalagi apa yang kamu dapatkan itu banyak dan besar, mereka akan selalu berkumpul dan membicarakanmu (al-namîmah) dan saling berbohong juga membuat kebohongan. Kalau kamu menerima dengan begitu saja (ridla) dan kamu melihat mereka semua secara dhahir maka nampaknya tidak terjadi apa-apa karena saking halusnya mereka menutupinya, padahal secara batinnya sangat terasa sekali karena saking kasarnya hati mereka. Secara dhahir mereka seperti pakaian yang halus dan secara batin mereka seperti harimau yang yang berbahaya.   
Dan adanya kelompok semacam ini merupakan ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Allah Swt atas manusia sebagai ujian, yang banyak diantara para manusia tidak bisa menghindar dari mereka kecuali orang-orang yang memang telah dijaga oleh Allah Swt. Dan kalau kita menjadikan kelompok ini sebagai teman maka kita hanya akan mendapatkan kerugian dan kehinaan.
Ini adalah bentuk menjaga persahaban dengan orang yang mengatakan dirinya sebagai teman, lalu bagaimana dengan orang yang benar-benar menagtakan dirinya sebagai musuh?, al-Qadli bin Ma'ruf mengatakan :
فَاحْذَرْ عَدُوَّكَ مَرَّةً* وَاحْذَرْ صَدِيْقَكَ ألفَ مَرَّةٍ
فَلاَ رُبَّمَا انْقَلَبَ الصَّدِيْـ* قُ فَكَانَ أَعْرَفَ بِالْمُضَرَّةِ

"Behati-hatilah dari musuhnmu cukup sekali, tapi berhati-hatilah dari temanmu seribu kali".
"Karena ketika temanmu itu berubah memusuhimu, maka dia lebih membahayakan bagimu".     

Dan dalam syair yang lain al-Qadli bin Ma'ruf juga mengatakan :
عَدُوُّكَ مِنْ صَدِيْقِكَ مُسْتَفَادٌ * وَلاَ تَسْتَكْثِرَنَّ مِنَ الصَّحَابِ
فَإِنَّ الدَّاءَ أَكْثَرُ مَا تَرَاهُ* يَكُوْنُ مِنَ الطَّعَامِ أَوِ الشَّرَابِ
"Karena musuhmu-pun kadang bisa bermanfa'at bagimu, maka jangan terlalu banyak mengambil teman".
"Karena sebagaimana yang kamu tahu, sesungguhnya penyakit itu kebanyakan ditimbulkan dari makanan dan minuman". 

Dan renungkalah apa yang dikatakan oleh Hilal bin al-'Alai al-Raqiy :
لَمَّا عَفَوْتُ وَلَمْ اَحْقِدْ عَلَى أَحَدٍ* أَرَحْتُ نَفْسِى مِنْ هَمِّ الْعَدَاوَاتِ
إِنِّى أُحَيِّ عَدُوِّ عِنْدَ رَأَيْتُهُ* لأَدْفَعَ الشَّرَ عَنِّى بِالتَّحِيَّاتِ
وَأُظْهِرُ البِشْرَ لِلإنْسَانِ أَبْغَضُهُ* كَأَنَّهُ قَدْ مَلاَ قَلْبِى مَسَرَّاتِ
وَلَسْتُ أَسْلَمُ مِمَّنْ لَسْتُ أَعْرِفُهُ* فَكَيْفَ أَسْلَمُ مِنْ أَهْلِ الْمَوَدَّاتِ
اَلنَّاسُ دَاءٌ دَوَاءُ النَّاسِ تَرْكُهُمْ* وَفِى الْجَفَاءِ لَهُمْ قَطْعُ الأُخُوَّاتِ
فَسَالِمِ النَّاسَ تَسْلَمْ مِنْ غَوَائِلِهِمْ* وَكُنْ حَرِيْصًا عَلَى كَسْبِ التَّقِيَّاتِ

"Ketika saya memberi ma'af keada orang lain juga ketika ketika saya tidak iri dengan orang lain, maka saya merasakan leganya jiwa karena tidak ada musuh sama sekali".
"Dan ketika saya berhadapan atau bertemu dengan musuhku, maka aku memberinya hormat supaya akau terhindah dari segala kejelekannya".
"Saya akan bermuka manis dan gembira ketika berhadapan dengan orang yang saya tidak senangi, bagaikan dia itu orang yang menggembirakanku".
"Walaupun memang terkadang, akau tidak bisa mneghindar dari kesalahan orang yang tidak pernah aku kenal, lalau bagaiaman agar saya bisa bersama dengan orang-orang yang selalu berbelas kasih".
"Manusia adalah penyakit sedangkan obatnya adalah menjahui manusia, karena dalam waktu tertentu dibutuhkan memutuh tali persahabatan".
"Berusahalah untuk menyelamtkan orang lain, karena kamu akan selamat dari segala tipudaya mereka. Dan jadilah termasuk orang yang selalu menjaga sesama".
    
Juga berusahalah dengan semaksimal mungkin untuk menjaga dirimu, hal tersebut sebaaimana yang dikatakan oleh sebagian ahli hikmah : "Hadapilah teman atau musuhmu dengan perasaan yang kosong (ridla) tanpa ada persaan merendenhkan sedikitpun atau membesarkan di antara keduanya. Atau dengan mengagungkan yang seharusnya tidak perlu diagungkan juga merendahkan diri (tawadlu) ketika tidak perlu merendahkan diri, posisikanlah dirimu dengan tindkan-tindakan yan sperlunya (tengah-tengah)". Karena kedua hal tersebut adalah tidak bagus, sperti dikatakan dalam sya'ir :
عَلَيْكَ بِأَوْسَطِ الأُمُوْرِ فَإِنَّهَا* طَرِيْقٌ إِلَى النَّهْجِ الصِّرَاطِ الْقَوِيْمِ
وَلاَ تَكُ فِيْهَا مُفرِطًا أَوْ مُفَرِّطًا* فَإِنَّ كِلاَ حَالِ الأُمُوْرِ ذَمِيْمٌ

"Sebaiknya kamu ber-sedang dalam segala sesuatu, karena hal itu akan membuatmu mendapatkan jalan yang lurus dan kuat".
"Jangan sampai kamu kelewat batas atau melewati batas, karena kedua hal ini adalah sangat tercela". 
Jangan melihat pada kedua sisi lambungmu, jangan banyak menolehkan kepala ke arah belakang, jangan berhenti dan berdiri ditengah-tengah jama'ah, dan ketika duduk dalam suatu forum maka duduklah dengan posisi kaki telungkup jangan bermain dengan jari-jarimu, jenggotmu, cincinmu, gigimu, memasukkan jari ke dalam hidung, meludah, mengeluarkan dahak, bermain lalat yang ada di dean wajah, banyak menggerakkan badan, ngomong seenaknya baik didepan orang banyak atau ketika menunaikan shalat.
Disamping itu juga, ketika kamu berada pada suatu forum pertemuan, maka berushalah untuk menciptakan forum tersebut menjadi forum yang penuh denan ketenangan dengan diskusi-diskusi yang teratur yang diwarnai redaksi-redaksi pembicaraan yang bagus.
Berkomentarlah dengan bagus dan baik atas pembicaraan dan komentar orang lain yang telah berbicara dan berkomentar dengan bagus, tapi jangan sampai menunjukkan dirimu seperti orang yang kagum (ta'ajjub). Juga jangan sampai kamu memintanya untuk mengulangi komnetarnya tersebut, dan jangan banyak tertawa atau bercerita yang isinya tidak ada gunanya.    
Jangan senang menceritakan dan membicarakan kelebihan-kelebihan anakmu, langkah-langkahmu, ucapan-ucapanmu atau hal-hal yang berkaitan dengan dirimu. Janganlah kamu bertingkah seperti orang-orang perempuan ketika merias diri, jangan merendahkan diri seperti hamba sahaya, jangan berlebiihan menggunaan celak dan pengharum, juga jangan bermain-main kecuali kalau kamu memang sangat membutuhkan, dan jangan mendorong orang lain untuk berbuat kedzaliman.
Jangan sampai ada perbedaan ketika mengajar antara keluaramu dan orang selain keluargamu. Karena hal itu akan membuatmu jelek dimata merek. Jangan terlalu keras kalau memberi peringatan kepada mereka, juga berusahalah dengan halus dengan tanpa melemahkan mereka. Jangan sering bercanda dengan para hamba sahayamu karena hal itu akan membuatmu rendah di mata mreka.
Ketika kamu marah, jangan sampai mengedapankan kebodohanmu dan tergesa-gesa, berfikirlah dengan jernih dan lurus ketika kamu mengajukan alasan-alasan atas apa yang kamu sampaikan karena hal itu juga menunjukkan tingkat pengetahuanmu, dan jangan sering memerintah orang lain dengan mengunakan tangnmu. 
Jangan sering menoleh ke belakang juga jangan membiasakan diri duduk dengan posisi dimana pantat terangkan di atas kedua lututmu. Ketika kamu sudah selesai dari amarahmu dan kondisi dirimu sudah tenang serta bisa dikendalikan maka berbicaralah dengan santun dan baik. Kalau ada penguasa yang mendekatimu maka jagalah jarakmu dengannya sejauh satu tombak.
Berhati-hatilah dengan dirimu juga dari orang-orang yang sehat dhahir dan bathin, karena itu semua pada suatu waktu yang tidak bisa diprediksi akan menjadi musuhmu yang berbahaya. Dan yang harus kamu perhatikan jangan adalah, jangan sampai kamu hanya utamakan hartamu sehingga kamu lupa dan lalai denan nama baikmu di mata orang banyak.    
Inilah batas kemampuan saya wahai pemuda yang menjadi harapan masa depan dalam menulis karya "Bidâyah al-Hidâyah" ini, dan coba terapkanlah pada dirimu apa yang ada dalam kitab ini. Karena buku ini mencakup tiga hal : Pertama, tentang tatakrama berta'at. Kedua, tentang cara meninggalkan kemaksiatan. Dan Ketiga, tentang cara berkumpul dengan orang banyak. Bagian ketiga ini mencakup tentang hal-hal yang ada kaitannya dengan cara berhubungan dengan pencipta dan sesama manuisa.
Kalau kamu merasakan ada kecocokan pada dirimu dan kamu rasakan hatimu ada kecondongan untuk mengamalkannya, maka tidak ada salahnya kalau kamu menggunakannya. Sehingga kamu akan menjadi golongannya orang-orang yang hatinya akan disinari oleh Allah Swt dengan cayaha keimanan dan kelapangan hati.   
Sebenarnya, di balik isi kitab ini terdapat kandungan-kandungan yang berkaitan dengan ; rahasia-rahasia (asrâr), hal-hal kecil yang tak nyata (aghwâr), beberapa pengetahuan ('ulûm), juga ketersingkapan dengan Tuhan (mukâsyafât). Yang sebenarnya semua itu banyak saya jelaskan dalam karya saya Ihya 'Uum al-Din dengan gamblang.
Maka kalau kamu kamu ingin mendalaminya sebaiknya kamu mencarinya dalam kitab tersebut. Akan tapi kalau kamu merasa bahwa hal ini tidak sesuai dan berat bagi dirimu, sampai dirimu mengatakan : Bagaimana ilmu ini bermanfa'at bagi saya ?, maka tidak perlu sampai jauh menjari penjelasan dalam kitab Ihya 'Uum al-Din tersebut.
Apalagi ketika kamu berkumpul dengan orang-orang pintar atau teman satu profesi atau juga teman sebaya, sehinga dirimu akan berkata :  Baaimana saya nanti ?, Bagaimana saya akan bisa menaikan posisiku di hadapan para penguasa atau pejabat?, bagiamana saya akan bisa berrelasi dengan yang lain?, bagaimana saya akan mendapatkan penghasilan yang banyak? Atau dari permainan pengadilan?.
Ketahuilah, syetan akan selalu menyesatkanmu, menjadikanmu lupa akan untuk kembali kepada Allah Swt yang merupakan tempat kembalimu yang kekal. Dan sadarilah bahwa syetan akan selalu menggodamu dengan kebohongan-kebohongan dengan mengatasnamakan menjadi temanmu, sehingga akan membuatmu seakan-akan mengerti akan apa yang telah kamu bayangkan tentang ilmu yang bermanfa'at bagimu.
Akan tetapi kamu tidak akan menemukan hal tersebut sampai akhirnya kamu tidak akan menemukan ketentraman baik di rumahmu, desamu, atau negaramu. Sehingga Tuhan yang maha penguasa nan kekal juga Tuhan yang maha pemberi kenikmatan yang terus menerus akan menggiringmu ke sisi-Nya karena Dia adalah Tuhan penguasa alam.
Akhirnya, semoga keselamatan akan selalu bersamamu juga kasih dan keberkahan-Nya, juga segala puji bagi Allah baik di awal maupun di akhir atau secara dhahir dan bathin, dan tiada daya upaya hanya milik Allah Swt yang maha agung dan besar. Semoga shalawat dan salam akan selalu mengalir kepada Muhammad. Keluarga juga para sahabatnya.

No comments:

Post a Comment