Imam Ibnu Al Qoyyim mengatakan bahwa tanda kebahagiaan
itu ada 3 hal. 3 hal tersebut adalah bersyukur ketika mendapatkan nikmat, bersabar
ketika mendapatkan cobaan dan bertaubat ketika melakukan kesalahan. Beliau
mengatakan: sesungguhnya 3 hal ini merupakan tanda kebahagiaan seorang hamba
dan tanda keberuntungannya di dunia dan di akhirat. Seorang hamba sama sekali
tidak pernah bisa terlepas dari 3 hal tersebut:
1. Syukur ketika mendapatkan nikmat.
Seorang manusia selalu berada dalam nikmat-nikmat
Allah. Meskipun demikian, ternyata hanya orang berimanlah yang menyadari adanya
nikmat-nikmat tersebut dan merasa bahagia dengannya. Karena hanya merekalah
yang mensyukuri nikmat, mengakui adanya nikmat dan menyanjung Zat yang
menganugerahkannya. Syukur dibangun di atas 5 prinsip pokok:
- Ketundukan orang yang bersyukur terhadap yang memberi nikmat.
- Rasa cinta terhadap yang memberi nikmat.
- Mengakui adanya nikmat yang diberikan.
- Memuji orang yang memberi nikmat karena nikmat yang dia berikan.
- Tidak menggunakan nikmat tersebut dalam hal-hal yang tidak disukai oleh yang memberi nikmat.
Siapa saja yang menjalankan lima prinsip di atas akan
merasakan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika lima prinsip di
atas tidak dilaksanakan dengan sempurna maka akan menyebabkan kesengsaraan
selamanya.
2. Sabar ketika mendapat cobaan.
Dalam hidup ini di samping ada nikmat yang harus
disyukuri, juga ada berbagai ujian dari Allah dan kita wajib bersabar ketika
menghadapinya. Ada tiga rukun sabar yang harus dipenuhi supaya kita bisa
disebut orang yang benar-benar bersabar.
- Menahan hati untuk tidak merasa marah terhadap ketentuan Allah.
- Menahan lisan untuk tidak mengadu kepada makhluk.
- Menahan anggota tubuh untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak di benarkan ketika terjadi musibah, seperti menampar pipi, merobek baju dan sebagainya.
Inilah tiga rukun kesabaran, jika kita mampu
melaksanakannya dengan benar maka cobaan akan berubah menjadi sebuah
kenikmatan.
3. Bertaubat ketika melakukan kesalahan.
Jika Allah menghendaki seorang hamba untuk mendapatkan
kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat, maka Allah akan memberikan
taufik kepada dirinya untuk bertaubat, merendahkan diri di hadapan-Nya dan
mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai kebaikan yang mampu untuk
dilaksanakan. Oleh karena itu, ada seorang ulama salaf mengatakan: “Ada seorang yang
berbuat maksiat tetapi malah menjadi sebab orang tersebut masuk surga. Ada juga
orang yang berbuat kebaikan namun menjadi sebab masuk neraka.” Banyak orang
bertanya kepada beliau, bagaimana mungkin hal tersebut bisa terjadi?, lantas
beliau menjelaskan: “Ada seorang yang berbuat dosa, lalu dosa tersebut
selalu terbayang dalam benaknya. Dia selalu menangis, menyesal dan malu kepada
Allah subhanahu wa ta’ala. Hatinya selalu sedih karena memikirkan dosa-dosa
tersebut. Dosa seperti inilah yang menyebabkan seseorang mendapatkan
kebahagiaan dan keberuntungan. Dosa seperti itu lebih bermanfaat dari berbagai
bentuk ketaatan, Karena dosa tersebut menimbulkan berbagai hal yang menjadi
sebab kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba. Sebaliknya ada juga yang
berbuat kebaikan, akan tetapi kebaikan ini selalu dia sebut-sebut di hadapan
Allah. Orang tersebut akhirnya menjadi sombong dan mengagumi dirinya sendiri
disebabkan kebaikan yang dia lakukan. Orang tersebut selalu mengatakan ’saya
sudah berbuat demikian dan demikian’. Ternyata kebaikan yang dia kerjakan
menyebabkan timbulnya ‘ujub, sombong, membanggakan diri dan merendahkan orang
lain. Hal-hal ini merupakan sebab kesengsaraan seorang hamba. Jika Allah masih
menginginkan kebaikan orang tersebut, maka Allah akan memberikan cobaan kepada
orang tersebut untuk menghilangkan kesombongan yang ada pada dirinya.
Sebaliknya, jika Allah tidak menghendaki kebaikan pada orang tersebut, maka
Allah biarkan orang tersebut terus menerus pada kesombongan dan ‘ujub. Jika ini
terjadi, maka kehancuran sudah berada di hadapan mata.”
Al Hasan al-Bashri mengatakan, “Carilah kenikmatan
dan kebahagiaan dalam tiga hal, dalam sholat, berzikir dan membaca Al Quran,
jika kalian dapatkan maka itulah yang diinginkan, jika tidak kalian dapatkan
dalam tiga hal itu maka sadarilah bahwa pintu kebahagiaan sudah tertutup
bagimu.”
Malik bin Dinar mengatakan, “Tidak ada kelezatan
selezat mengingat Allah.”
Ada ulama salaf yang mengatakan, “Pada malam hari
orang-orang gemar sholat malam itu merasakan kelezatan yang lebih daripada
kelezatan yang dirasakan oleh orang yang bergelimang dalam hal yang sia-sia.
Seandainya bukan karena adanya waktu malam tentu aku tidak ingin hidup lebih
lama di dunia ini.”
Ulama’ salaf yang lain mengatakan, “Aku berusaha
memaksa diriku untuk bisa sholat malam selama setahun lamanya dan aku bisa
melihat usahaku ini yaitu mudah bangun malam selama 20 tahun lamanya.”
Ulama salaf yang lain mengatakan, “Sejak 40 tahun
lamanya aku merasakan tidak ada yang mengganggu perasaanku melainkan
berakhirnya waktu malam dengan terbitnya fajar.”
Ibrahim bin Adham mengatakan, “Seandainya para raja
dan para pangeran mengetahui bagaimana kebahagiaan dan kenikmatan tentu mereka
akan berusaha merebutnya dari kami dengan memukuli kami dengan pedang.” Ada
ulama salaf yang lain mengatakan, “Pada suatu waktu pernah terlintas dalam
hatiku, sesungguhnya jika penghuni surga semisal yang kurasakan saat ini tentu
mereka dalam kehidupan yang menyenangkan.”
Imam Ibnul Qoyyim bercerita bahwa, “Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah mengatakan: ‘Sesungguhnya dalam dunia ini ada surga. Barang siapa
belum pernah memasukinya maka dia tidak akan memasuki surga diakhirat kelak.’”
Wallahu a’laam.
No comments:
Post a Comment