Cinta
pada dasarnya adalah bukanlah sesuatu yang kotor, karena kekotoran dan kesucian
tergantung dari bingkainya. Ada bingkai yang suci dan halal dan ada bingkai
yang kotor dan haram. Cinta mengandung segala makna kasih sayang, keharmonisan,
penghargaan dan kerinduan, di samping mengandung persiapan untuk menempuh
kehidupan dikala suka dan duka, lapang dan sempit. Cinta bukanlah hanya sebuah
ketertarikan secara fisik saja. Ketertarikan secara fisik hanyalah permulaan
cinta bukan puncaknya. Dan sudah fitrah manusia untuk menyukai keindahan. Tapi
di samping keindahan bentuk dan rupa harus disertai keindahan kepribadian
dengan akhlak yang baik. Islam adalah agama fitrah karena itulah Islam tidaklah
membelenggu perasaan manusia. Islam tidaklah mengingkari perasaan cinta yang
tumbuh pada diri seorang manusia. Akan tetapi Islam mengajarkan pada manusia
untuk menjaga perasaan cinta itu dijaga, dirawat dan dilindungi dari segala
kehinaan dan apa saja yang mengotorinya.
Cinta seorang laki-laki kepada wanita dan cinta wanita
kepada laki-laki adalah perasaan yang manusiawi yang bersumber dari fitrah yang
diciptakan Allah SWT di dalam jiwa manusia, yaitu kecenderungan kepada lawan
jenisnya ketika telah mencapai kematangan pikiran dan fisiknya. Oleh karena itu
jalan keluarnya adalah menikah. Dengan menikah akan dapat menimbulkan
ketenangan hidup manusia dan menumbuhkan rasa kasih sayang. Hal ini sesuai
dengan firman Allah yang berbunyi :
Artinya : "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya
adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri , supaya kamu
cenderung dan merasa tentram kepadanya , dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa
kasih sayang .Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (Ar Rum ayat 21)
Oleh karena perkawinan merupakan tuntutan naluriah
manusia untuk berketurunan guna kelangsungan hidupnya dan untuk memperoleh
ketenangan hidup serta menumbuhkan dan memupuk rasa kasih sayang insani, Islam
menganjurkan agar orang menempuh hidup perkawinan. Sengaja membujang tidak
dibenarkan. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ
أَخْبَرَنَا ابْنُ شِهَابٍ سَمِعَ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ يَقُولُ سَمِعْتُ
سَعْدَ بْنَ أَبِي وَقَّاصٍ يَقُولُ رَدَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عُثْمَانَ بْنِ مَظْعُونٍ التَّبَتُّلَ وَلَوْ أَذِنَ
لَهُ لَاخْتَصَيْنَا
Artinya
: Telah memberitakan Ahmad bin Yunus Telah memberitakan Ibrohim bin Sa’ad Telah
memberi khabar Ibnu Syihab bahwa Sa’id bin Musayyib mendengar seraya berkata,
saya mendengar Sa’ad bin Abi Waqqash seraya berkata “Rasulullah SAW, telah menolak
keinginan Utsman ibn Madh’un yang hendak bertabattul (meninggalkan pernikahan
sama sekali). Sekiranya Rasulullah SAW mengizinkannya tentulah kami
mengebirikan diri” (H.R. Al Bukhary dan Muslim)
Perkawinan
amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Akan tetapi
perkawinan itu harus dengan jalan yang sah sebagaimana telah disyari’atkan oleh
agama, sehingga hal ini akan menjadikan pergaulan laki-laki dan perempuan
terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk yang
berkehormatan. Karena sekarang ini banyak sekali kejadian-kejadian nikah yang
dirasa tidak pantas menurut kacamata para ulama, seperti adanya nikah
mut’ah/kawin kontrak yang didasari keinginan nafsu pribadi di mana
ujung-ujungnya terjadi praktek pelacuran karena mengabaikan status wali maupun
saksi, termasuk nikah sirri yang sekarang berubah menjadi pernikahan kumpul
kebo yang dilegalkan (pernikahan tersembunyi), bahkan adanya pernikahan orang
Samin yang mengakui beragama Islam akan tetapi pernikahannya tidak secara
Islami dimana hanya menggunakan akad kepercayaan. Hal inilah yang menarik untuk
dikaji, seberapa layaknya atau sahnya suatu pernikahan yang diakui oleh
syari’at Islam. Baik mulai dari maksud pernikahan itu sendiri, syarat nikah dan
rukun nikah serta kriteria seperti apa yang harus kita cari dalam memilih
pasangan hidup menurut Islam.
No comments:
Post a Comment