Monday 27 July 2015

Mu’asyarah BIL MA'RUUF



Hasil gambar untuk gambar MUASYARAH BIL MA'RUF
Islam adalah agama yang memberikan perhatian besar pada pentingnya institusi keluarga, secara normatif memberikan seperangkat aturan- aturan yang komprehensif melalui Al- Qur’an. Begitu pula mengenai pola relasi dan berbagai pembagian kerja di dalam institusi keluarga, hal itu juga diatur di dalam Al- Qur’an dan hadis sebagai pedoman dan petunjuk hidup manusia. Mengenai hal ini Allah SWT berfirman dalam surat An- Nisa’ ayat 19:
''Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa[278] dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata[279]. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.''


[278] Ayat ini tidak menunjukkan bahwa mewariskan wanita tidak dengan jalan paksa dibolehkan. menurut adat sebahagian Arab Jahiliyah apabila seorang meninggal dunia, Maka anaknya yang tertua atau anggota keluarganya yang lain mewarisi janda itu. janda tersebut boleh dikawini sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris atau tidak dibolehkan kawin lagi.
[279] Maksudnya: berzina atau membangkang perintah.

Ayat ini memberikan hak- hak perempuan yang menjadi tanggungan suami, yaitu hendaklah suami mempergauli mereka dengan cara yang baik.
Pengertian ma’ruf ialah menunaikan hak- hak istrinya, seperti memberikan mahar, memberinya nafkah dengan sepantasnya, memperlakukannya secara adil jika si suami melakukan poligami dan jangan ia menunjukkan muka yang tidak manis di hadapan istrinya kecuali jika istrinya melakukan kesalahan. Berkaitan dengan ayat di atas, dalam kitab ‘Uqud al-Lujjayn dijelaskan bahwa yang dimaksud “ secara patut” dalam firman Allah tersebut adalah berlaku adil dalam mengatur waktu untuk para istri, memberi nafkah dan lemah lembut dalam berbicara dengan mereka serta mengasihi dan memperlakukannya dengan baik.Karena istri adalah orang- orang yang lemah dan membutuhkan orang lain untuk menyediakan hal- hal yang menjadi keperluan mereka. Dalam hal ini berarti, seorang suami itu wajib memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi keluarga.
Al- ma’ruf adalah ketenangan (sakan), cinta kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah). Memperindah hubungan suami istri merupakan sebaik- baik ungkapan syukur atas nikmat perkawinan, serta jalan terbaik melanggengkan ikatan tersebut. Selain itu, al- ma’ruf juga merupakan suatu sistem hak- hak. Artinya pergaulan yang baik antara suami istri adalah adanya hak- hak keadilan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban dalam hubungan suami istri. Hak- hak ini tidak akan saling berputar atau berada dalam sebaik- baik pemerataan, selain dengan cara al- ma’ruf.
Al- ma’ruf adalah refleksi hati yang penuh kasih, ia merupakan unsur yang harus ada dalam hubungan suami istri. Karena unsur ini berkaitan erat dengan ucapan, perbuatan dan hati. Yaitu:
1. Berkata dengan cara terbaik
2. Berbuat dengan cara terbaik
3. Hati yang penuh kasih.
Islam memerintahkan para suami agar mempergauli istri mereka dengan ma’ruf. Bahkan, menjadikan perintah ini sebagai sebuah kewajiban. Karena pergaulan yang baik (al- mu’asyarah bil ma’ruf) adalah payung dan sistem yang diatasnya bahtera keluarga berlayar, baik saat melakukan kewajiban atau meminta hak.
Para fuqaha berpendapat bahwa pergaulan suami istri dengan baik itu adalah suami istri saling menunaikan hak dan kewajibannya. Membina rumah tangga yang penuh kasih sayang dengan ketulusan dan kesetiaan merupakan dambaan setiap manusia. Tidak ada seorang pun yang menghendaki suatu rumah tangga berjalan tanpa adanya sikap ini, karena dengan modal sikap ini serta dilandasi ketaatan kepada Tuhannya, pasangan suami istri akan meraih kebahagiaan. Mereka rela saling berkorban demi pasangannya, mencurahkan kasih sayang dan kesetiaan demi utuhnya rumah tangga yang bahagia, dan bersedia memperlakukan pasangannya dengan kebaikan sebagaimana dia memperlakukan dirinya sendiri dengan kebaikan.
Berawal dari pasangan laki- laki dan perempuan berbeda yang berasal dari budaya serta karakter yang berbeda dalam menjalin kehidupan rumah tangga disatukan melalui perjanjian yang kokoh dan akad nikah, maka dalam melaksanakannya tentu tidak mulus dan lurus tanpa ada hambatan yang merintanginya sama sekali. Akan tetapi ada berbagai persoalan kehidupan yang begitu kompleks yang harus dihadapi. Relasi dan komunikasi yang baik antara suami istri merupakan kunci kesuksesan dalam mengayuh bahtera kehidupan keluarga. Karena dengan menempatkan diri pada posisi dan kedudukan masing- masing menjadi penting demi terwujudnya hubungan yang harmonis.
Prinsip hubungan suami istri dalam islam didasarkan pada mu’asyarah bil alma’ruf atau bergaul secara baik. Implementasinya adalah dengan menciptakan hubungan resiprokal atau timbal balik antara suami istri.  Keduanya harus saling mendukung, saling memahami dan saling melengkapi. Di samping itu, suami istri juga perlu memaksimalkan peran dan fungsi masing- masing dalam keluarga.
Dengan demikian hubungan suami istri diletakkan atas dasar kesejajaran dan kebersamaan tanpa harus ada pemaksaan atau tindakan kekerasan diantara keduanya. Pergaulan yang baik akan terwujud dalam suatu rumah tangga, sekiranya masing- masing suami istri dapat memahami sifat masing- masing pasangannya, kesenangan, dan kegemarannya. Dengan demikian masing- masing dapat menyesuaikan diri dan dengan sendirinya keharmonisan hidup berumah tangga tetap dapat dipelihara. Tutur kata yang lemah lembut, senyum mengulum dan muka manis pasti akan menyentuh perasaan pasangan hidupnya. Untuk merealisasikan relasi yang baik antara suami istri dalam sebuah keluarga, maka diperlukan beberapa prinsip yang harus diimplementasikan oleh para pasangan suami istri.
Diantara prinsip- prinsip tersebut yaitu:
a. Sikap Saling Memahami Antara Pasangan Suami Istri
Prinsip sikap saling memahami antara pasangan suami istri adalah hal yang sangat penting bagi mereka. Dengan adanya sikap saling memahami ini, pada saat- saat tertentu pasangan suami istri dapat kembali merujuk kepadanya, selalu mengingatnya, dan berupaya mengamalkannya, sehingga kebahagiaan hidup rumah tangga pun akan tetap lestari.
b. Sikap Saling Mengenal Antara Pasangan Suami Istri
Berupaya untuk saling mengenal antara pasangan suami istri merupakan langkah pertama untuk saling berinteraksi antara mereka berdua. Saling mengenal merupakan dasar untuk dapat saling bertukarpikiran dan saling memahami. Tanpa upaya tersebut, kehidupan rumah tangga tidak akan dapat berlangsung harmonis. Selain itu, kedua pasangan tersebut juga harus mengenal orang- orang terdekat masing- masing, baik yang mahram maupun yang bukan mahram.
c. Tanggung Jawab Dan Kerja Sama Antara Pasangan Suami Istri
Menentukan tanggung jawab masing- masing dan saling memberikan bantuan pasangan suami istri akan mempermudah mereka dalam melakukan tugasnya masing- masing tanpa harus ada tumpang tindih dalam pelaksanaannya. Saling membantu dan bekerja sama antara pasangan suami istri membuat masing-masing pasangan saling berlomba dalam melaksanakan tugasnya. Salah seorang dari mereka akan membantu tanggung jawab pasangannya, seakan dia juga ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaanya.
d. Kesetiaan Dan Keluhuran Cinta
Ketika perasaan cinta antara suami istri terbentuk, menjadi matang, dan tertanam secara mendalam di dalam hati dan perasaan masing- masing, maka rasa cinta itu akan membentuk suasana baru yang sebelumnya tidak pernah ada dalam kehidupan mereka berdua. Dengan perasaan cinta itu, sesuatu yang sulit akan menjadi mudah, yang pahit menjadi manis, serta berkorban dan memberi menjadi lebih nikmat dibandingkan dengan mengambil dan memuaskan keinginan-keinginan materi. Kesetiaan dan keluhuran cinta yang ada pada pasangan suami istri terlahir dari perasaan cinta yang sejati, memanfaatkan berbagai sarana kenikmatan yang beragam, dan adanya sikap saling pengertian antara keduanya dengan baik.
Dalam hidupnya, manusia senantiasa memerlukan ketenangan dan ketenteraman hidup. Ketenangan dan ketenteraman untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan masyarakat dapat dicapai dengan adanya ketenangan dan ketenteraman anggota keluarganya. Keluarga merupakan bagian masyarakat dan menjadi faktor terpenting dalam penentuan ketenangan dan ketenteraman masyarakat. Ketenangan dan ketenteraman keluarga tergantung dari keberhasilan pembinaan hubungan yang harmonis antara suami istri dalam suatu rumah tangga. Dan keharmonisan itu diciptakan oleh adanya kesadaran anggota keluarga dalam menggunakan hak dan pemenuhan kewajiban.
Merupakan sunnatullah bahwa segala sesuatu selalu bermula dari yang kecil. Tidak ada dalam sejarah sesuatu bisa muncul menjadi besar tanpa diawali dari yang kecil. Bangunan yang kokoh tidak mungkin berdiri megah jika tidak didukung oleh fondasi pasir, batu, dan semen yang cukup. Demikian pula dalam satu Negara. Negara tidak akan menjadi baik jika lingkungan terkecil penyusun Negara, yakni keluarga, juga tidak baik. Karena keluarga, menurut pandangan Islam, tidak hanya sebagai tempat berkumpulnya suami, istri, dan anak. Tetapi lebih dari itu, keluarga memiliki fungsi dan peranan yang penting dalam menentukan nasib dari suatu bangsa. Secara khusus Allah mengingatkan kepada kita dalam firman- Nya, yaitu surat At- Tahrim ayat 6:
Artinya:“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”
(Q.S. At- Tahrim : 6)
Oleh karena itu, perbaikan keluarga menjadi keharusan ketika kita hendak memperbaiki Negara. Langkah- langkah dalam memperbaiki kualitas keluarga selain berdasar pada prinsip al- mu’asyarah bil ma’ruf adalah:
a. Dengan menanamkan nilai- nilai ketahuidan dan melaksanaknnya dalam kehidupan sehari- hari. Ini pula yang dilakukan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW kepada keluarga, anak, dan istrinya.
b. Dengan menanamkan kebiasaan saling menasehati. Saling memberikan nasehat selain sebagai bagian dari hak seorang muslim lainnya juga merupakan salah satu perilaku orang beriman. Dengan membudayakan saling memberi nasehat, maka keluarga kita akan selalu terjaga dari kemaksiatan dan kemunkaran serta akan terbina hubungan yang harmonis dan sakinah.
c. Dengan memperbanyak do’a serta memohon kebaikan dan keberkahan dalam keluarga. Berkaitan dengan masalah ini Allah SWT memberikan teladan melalui do’a Ibadurrahman dalam surat Al- Furqan ayat 74, yaitu:
Artinya:“ Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri- istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang- orang yang bertakwa.” (Q.S. Al- Furqan: 74)
Berumah tangga bagi seorang muslim tidak hanya didasari oleh sebuah kebutuhan akan fitrah untuk hidup berpasangan dengan lawan jenis. Tapi lebih dari itu, berumah tangga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ibadah dan dakwah. Sebagai ibadah, berumah tangga merupakan sarana untuk meningkatkan dan menyempurnakan amaliah ibadah kepada Allah SWT. Sedangkan sebagai dakwah, berumah tangga adalah sarana untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan takwa serta berlomba dalam memnberikan contoh terbaik.
Dakwah dalam konteks ini tidak hanya dalam konteks suami, istri, dan anak. Namun, juga meliputi bagaimana keluarga yang dibentuk dapat menjadi teladan bagi keluarga lainnya dan masyarakat pada umumnya.
Adalah kenyataan bahwa setiap pasangan suami istri selalu memiliki kekurangan dan kelebihannya. Kekurangan istri atau suami adalah sarana dakwah bagi pasangan masing- masing untuk melengkapi dan menutupi kekurangan tersebut.
Al- Qur’an menjelaskan hubungan suami istri dengan ungkapan bahasa seperti sebuah pakaian. Artinya, istri adalah pakaian suami dan suami adalah pakaian istri. Hal ini membawa konsekuensi bahwa keduanya harus berusaha saling menjaga dan menasehati. Allah SWT berfirman dalam surat Al- Baqarah ayat 187, yang berbunyi:
Artinya: “ …Istri- istri kamu, mereka adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.” (Q.S. Al- Baqarah: 187)
Dan untuk menjadikan rumah tangga sebagai sarana dakwah, setiap pasangan diperlukan kesadaran bahwa mereka terlahir sebagai pejuang- pejuang kebenaran yang memiliki kewajiban untuk saling memberikan nasehat, mengajak kepada kebaikan, dan mencegah dari berbagai kemungkaran.Hal ini sebagaimana Allah SWT jelaskan dalam surat Ali Imran ayat 110, yaitu:
Artinya: “ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang baik dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (Q.S. Ali Imran: 110)
Pendek kata, berumah tangga harus dijadikan sebagai sarana dakwah yang efektif. Baik suami kepada istri, istri kepada suami, orang tua kepada anak- anak, maupun antar anggota keluarga itu sendiri. Atau dengan kata lain, dakwah harus dijadikan sebagai salah satu tujuan dalam berumah tangga.
Ditambah lagi, bahwa perkawinan merupakan fondasi yang kokoh bagi terbangunnya kehidupan masyarakat yang baik. Atas dasar itulah Islam menganjurkan agar suami maupun istri berperilaku yang baik terhadap pasangan masing- masing. Sikap yang baik dari kedua belah pihak, adanya saling pengertian, saling menghargai dan menghormati serta saling mengasihi, merupakan pilar dasar terciptanya keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah.
Prinsip hubungan suami istri dalam islam adalah al- mu’asyarah bil- ma’ruf, yaitu bergaul dengan cara yang baik. Hal itu bisa diwujudkan dengan adanya hak dan kewajiban yang dilaksanakan secara seimbang, perkataan yang baik, perbuatan yang baik, dan hati yang penuh kasih. Dengan prinsip al- mu’asyarah bil- ma’ruf, maka cinta dan kehangatan keluarga akan tercipta sehingga sebuah keluarga yang harmonis pun akan terwujud.
Wallohu’alam bisshowab.

No comments:

Post a Comment