Islam adalah agama yang memberikan
perhatian besar pada pentingnya
institusi
keluarga, secara normatif memberikan seperangkat aturan- aturan yang komprehensif melalui Al- Qur’an. Begitu pula mengenai pola
relasi dan berbagai
pembagian
kerja di dalam institusi keluarga, hal itu juga diatur di dalam Al- Qur’an dan hadis sebagai pedoman dan petunjuk hidup manusia. Mengenai hal ini Allah SWT berfirman dalam surat An- Nisa’
ayat 19:
''Hai orang-orang
yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa[278]
dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian
dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan
keji yang nyata[279]. dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.''
[278] Ayat ini tidak menunjukkan bahwa mewariskan
wanita tidak dengan jalan paksa dibolehkan. menurut adat sebahagian Arab
Jahiliyah apabila seorang meninggal dunia, Maka anaknya yang tertua atau
anggota keluarganya yang lain mewarisi janda itu. janda tersebut boleh dikawini
sendiri atau dikawinkan dengan orang lain yang maharnya diambil oleh pewaris
atau tidak dibolehkan kawin lagi.
[279] Maksudnya: berzina atau membangkang perintah.
Ayat
ini memberikan hak- hak perempuan yang menjadi tanggungan suami, yaitu hendaklah suami mempergauli mereka dengan cara yang
baik.
Pengertian
ma’ruf ialah menunaikan hak- hak istrinya, seperti memberikan
mahar, memberinya
nafkah
dengan sepantasnya, memperlakukannya secara adil jika si suami melakukan poligami dan jangan ia menunjukkan muka yang tidak manis di
hadapan istrinya
kecuali
jika istrinya melakukan kesalahan.
Berkaitan
dengan ayat di atas, dalam kitab ‘Uqud al-Lujjayn
dijelaskan bahwa yang dimaksud “ secara patut” dalam firman Allah
tersebut adalah berlaku
adil dalam
mengatur waktu untuk para istri, memberi nafkah dan lemah lembut dalam berbicara dengan mereka serta mengasihi dan
memperlakukannya dengan
baik.Karena
istri adalah orang- orang yang lemah dan membutuhkan orang lain untuk menyediakan hal- hal yang menjadi keperluan mereka.
Dalam hal ini berarti,
seorang
suami itu wajib memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi keluarga.
Al-
ma’ruf adalah
ketenangan (sakan), cinta kasih (mawaddah) dan sayang
(rahmah). Memperindah hubungan suami istri
merupakan sebaik- baik ungkapan
syukur atas
nikmat perkawinan, serta jalan terbaik melanggengkan ikatan tersebut. Selain itu, al- ma’ruf juga merupakan suatu sistem hak- hak.
Artinya pergaulan yang
baik antara
suami istri adalah adanya hak- hak keadilan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban dalam hubungan suami istri. Hak- hak ini tidak
akan saling berputar
atau berada
dalam sebaik- baik pemerataan, selain dengan cara al-
ma’ruf.
Al-
ma’ruf adalah
refleksi hati yang penuh kasih, ia merupakan unsur yang
harus ada
dalam hubungan suami istri. Karena unsur ini berkaitan erat dengan ucapan, perbuatan dan hati. Yaitu:
1.
Berkata dengan cara terbaik
2.
Berbuat dengan cara terbaik
3.
Hati yang penuh kasih.
Islam memerintahkan para suami agar
mempergauli istri mereka dengan
ma’ruf. Bahkan, menjadikan perintah ini sebagai
sebuah kewajiban. Karena
pergaulan
yang baik (al- mu’asyarah bil ma’ruf) adalah payung dan sistem yang
diatasnya bahtera keluarga berlayar, baik saat melakukan kewajiban atau meminta
hak.
Para fuqaha berpendapat bahwa pergaulan
suami istri dengan baik itu adalah suami
istri
saling menunaikan hak dan kewajibannya.
Membina
rumah tangga yang penuh kasih sayang dengan ketulusan dan
kesetiaan
merupakan dambaan setiap manusia. Tidak ada seorang pun yang menghendaki suatu rumah tangga berjalan tanpa adanya sikap
ini, karena dengan modal
sikap ini serta dilandasi ketaatan kepada Tuhannya, pasangan suami istri akan meraih kebahagiaan. Mereka rela saling berkorban demi
pasangannya, mencurahkan
kasih
sayang dan kesetiaan demi utuhnya rumah tangga yang bahagia, dan bersedia memperlakukan pasangannya dengan kebaikan sebagaimana dia
memperlakukan
dirinya
sendiri dengan kebaikan.
Berawal dari pasangan laki- laki dan
perempuan berbeda yang berasal dari
budaya
serta karakter yang berbeda dalam menjalin kehidupan rumah tangga disatukan melalui perjanjian yang kokoh dan akad nikah, maka
dalam melaksanakannya tentu tidak mulus dan
lurus tanpa ada hambatan yang
merintanginya
sama sekali. Akan tetapi ada berbagai persoalan kehidupan yang begitu kompleks yang harus dihadapi. Relasi dan komunikasi
yang baik antara suami
istri
merupakan kunci kesuksesan dalam mengayuh bahtera kehidupan keluarga. Karena dengan menempatkan diri pada posisi dan kedudukan
masing- masing
menjadi
penting demi terwujudnya hubungan yang harmonis.
Prinsip hubungan suami istri dalam
islam didasarkan pada mu’asyarah bil alma’ruf atau bergaul secara baik.
Implementasinya adalah dengan menciptakan hubungan
resiprokal atau timbal balik antara suami istri. Keduanya harus saling mendukung,
saling memahami dan saling melengkapi. Di samping itu, suami istri juga perlu memaksimalkan peran dan
fungsi masing- masing dalam keluarga.
Dengan demikian hubungan suami istri
diletakkan atas dasar kesejajaran dan kebersamaan tanpa harus ada pemaksaan
atau tindakan kekerasan diantara keduanya.
Pergaulan
yang baik akan terwujud dalam suatu rumah tangga, sekiranya masing- masing suami istri dapat memahami sifat masing-
masing pasangannya,
kesenangan,
dan kegemarannya. Dengan
demikian masing- masing dapat
menyesuaikan
diri dan dengan sendirinya keharmonisan hidup berumah tangga tetap dapat dipelihara. Tutur kata yang lemah lembut, senyum
mengulum dan muka manis
pasti akan
menyentuh perasaan pasangan hidupnya.
Untuk
merealisasikan relasi yang baik antara suami istri dalam sebuah keluarga, maka diperlukan beberapa prinsip yang harus
diimplementasikan oleh para
pasangan
suami istri.
Diantara prinsip- prinsip tersebut
yaitu:
a.
Sikap Saling Memahami Antara Pasangan Suami Istri
Prinsip sikap saling memahami antara
pasangan suami istri adalah hal yang
sangat
penting bagi mereka. Dengan adanya sikap saling memahami ini, pada saat- saat tertentu pasangan suami istri dapat kembali
merujuk kepadanya, selalu
mengingatnya,
dan berupaya mengamalkannya, sehingga kebahagiaan hidup
rumah
tangga pun akan tetap lestari.
b.
Sikap Saling Mengenal Antara Pasangan Suami Istri
Berupaya untuk saling mengenal antara
pasangan suami istri merupakan langkah pertama untuk saling berinteraksi antara
mereka berdua.
Saling
mengenal merupakan dasar untuk dapat saling bertukarpikiran dan saling memahami. Tanpa upaya tersebut, kehidupan rumah tangga tidak
akan dapat
berlangsung
harmonis. Selain itu, kedua pasangan tersebut juga harus mengenal orang- orang terdekat masing- masing, baik yang mahram
maupun yang bukan
mahram.
c.
Tanggung Jawab Dan Kerja Sama Antara Pasangan Suami Istri
Menentukan tanggung jawab masing-
masing dan saling memberikan bantuan
pasangan
suami istri akan mempermudah mereka dalam melakukan tugasnya masing- masing tanpa harus ada tumpang tindih dalam
pelaksanaannya. Saling
membantu
dan bekerja sama antara pasangan suami istri membuat masing-masing pasangan saling berlomba dalam melaksanakan tugasnya. Salah
seorang dari mereka akan membantu tanggung
jawab pasangannya, seakan dia juga ikut
bertanggung
jawab dalam pelaksanaanya.
d.
Kesetiaan Dan Keluhuran Cinta
Ketika perasaan cinta antara suami
istri terbentuk, menjadi matang, dan
tertanam
secara mendalam di dalam hati dan perasaan masing- masing, maka rasa cinta itu akan membentuk suasana baru yang sebelumnya tidak
pernah ada dalam
kehidupan
mereka berdua. Dengan perasaan cinta itu, sesuatu yang sulit akan menjadi mudah, yang pahit menjadi manis, serta berkorban dan
memberi menjadi
lebih
nikmat dibandingkan dengan mengambil dan memuaskan keinginan-keinginan materi. Kesetiaan dan keluhuran cinta yang ada pada pasangan
suami istri terlahir dari perasaan cinta yang
sejati, memanfaatkan berbagai sarana
kenikmatan
yang beragam, dan adanya sikap saling pengertian antara keduanya dengan baik.
Dalam hidupnya, manusia senantiasa
memerlukan ketenangan dan
ketenteraman
hidup. Ketenangan dan ketenteraman untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan masyarakat dapat dicapai dengan adanya
ketenangan dan ketenteraman
anggota
keluarganya. Keluarga merupakan bagian masyarakat dan menjadi faktor terpenting dalam penentuan ketenangan dan ketenteraman
masyarakat. Ketenangan
dan
ketenteraman keluarga tergantung dari keberhasilan pembinaan hubungan yang harmonis antara suami istri dalam suatu rumah tangga. Dan
keharmonisan itu
diciptakan
oleh adanya kesadaran anggota keluarga dalam menggunakan hak dan pemenuhan kewajiban.
Merupakan sunnatullah
bahwa
segala sesuatu selalu bermula dari yang kecil.
Tidak ada
dalam sejarah sesuatu bisa muncul menjadi besar tanpa diawali dari yang kecil. Bangunan yang kokoh tidak mungkin berdiri megah jika
tidak didukung oleh
fondasi
pasir, batu, dan semen yang cukup. Demikian pula dalam satu Negara. Negara tidak akan menjadi baik jika lingkungan terkecil
penyusun Negara, yakni
keluarga,
juga tidak baik. Karena keluarga, menurut pandangan Islam, tidak hanya sebagai tempat berkumpulnya suami, istri, dan anak. Tetapi
lebih dari itu, keluarga
memiliki
fungsi dan peranan yang penting dalam menentukan nasib dari suatu bangsa. Secara khusus Allah mengingatkan kepada kita dalam
firman- Nya, yaitu
surat At-
Tahrim ayat 6:
Artinya:“
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu.”
(Q.S.
At- Tahrim : 6)
Oleh karena itu, perbaikan keluarga
menjadi keharusan ketika kita hendak
memperbaiki
Negara. Langkah- langkah dalam memperbaiki kualitas keluarga selain berdasar pada prinsip al-
mu’asyarah bil ma’ruf adalah:
a.
Dengan menanamkan nilai- nilai ketahuidan dan melaksanaknnya dalam kehidupan sehari- hari. Ini pula yang dilakukan dan
dicontohkan oleh Rasulullah
SAW kepada
keluarga, anak, dan istrinya.
b.
Dengan menanamkan kebiasaan saling menasehati. Saling memberikan nasehat selain sebagai bagian dari hak seorang muslim lainnya juga
merupakan salah satu
perilaku
orang beriman. Dengan membudayakan saling memberi nasehat, maka keluarga kita akan selalu terjaga dari kemaksiatan dan
kemunkaran serta akan
terbina
hubungan yang harmonis dan sakinah.
c.
Dengan memperbanyak do’a serta memohon kebaikan dan keberkahan dalam keluarga.
Berkaitan dengan masalah ini Allah SWT memberikan teladan melalui do’a Ibadurrahman dalam surat Al- Furqan ayat 74,
yaitu:
Artinya:“
Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri- istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan
jadikanlah kami imam bagi
orang- orang yang bertakwa.” (Q.S. Al- Furqan: 74)
Berumah tangga bagi seorang muslim
tidak hanya didasari oleh sebuah
kebutuhan
akan fitrah untuk hidup berpasangan dengan lawan jenis. Tapi lebih dari itu, berumah tangga merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari ibadah dan
dakwah.
Sebagai ibadah, berumah tangga merupakan sarana untuk meningkatkan dan menyempurnakan amaliah ibadah kepada Allah SWT. Sedangkan
sebagai dakwah,
berumah
tangga adalah sarana untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan takwa serta berlomba dalam memnberikan contoh terbaik.
Dakwah dalam konteks ini tidak hanya dalam konteks suami, istri, dan anak. Namun,
juga meliputi bagaimana
keluarga
yang dibentuk dapat menjadi teladan bagi keluarga lainnya dan masyarakat pada umumnya.
Adalah kenyataan bahwa setiap pasangan
suami istri selalu memiliki
kekurangan
dan kelebihannya. Kekurangan istri atau suami adalah sarana dakwah bagi pasangan masing- masing untuk melengkapi dan menutupi
kekurangan tersebut.
Al- Qur’an menjelaskan hubungan suami
istri dengan ungkapan bahasa seperti
sebuah
pakaian. Artinya, istri adalah pakaian suami dan suami adalah pakaian istri. Hal ini membawa konsekuensi bahwa keduanya harus berusaha
saling menjaga dan
menasehati.
Allah SWT berfirman dalam surat Al- Baqarah ayat 187, yang
berbunyi:
Artinya:
“ …Istri- istri kamu, mereka adalah pakaian bagimu
dan kamu pun adalah pakaian
bagi mereka.” (Q.S.
Al- Baqarah: 187)
Dan untuk menjadikan rumah tangga
sebagai sarana dakwah, setiap pasangan
diperlukan
kesadaran bahwa mereka terlahir sebagai pejuang- pejuang kebenaran yang memiliki kewajiban untuk saling memberikan nasehat,
mengajak kepada
kebaikan,
dan mencegah dari berbagai kemungkaran.Hal ini sebagaimana Allah SWT jelaskan dalam surat Ali Imran ayat 110, yaitu:
Artinya:
“ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh
kepada yang baik dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (Q.S. Ali Imran: 110)
Pendek kata, berumah tangga harus
dijadikan sebagai sarana dakwah yang
efektif.
Baik suami kepada istri, istri kepada suami, orang tua kepada anak- anak, maupun antar anggota keluarga itu sendiri. Atau dengan kata
lain, dakwah harus
dijadikan
sebagai salah satu tujuan dalam berumah tangga.
Ditambah lagi, bahwa perkawinan merupakan
fondasi yang kokoh bagi
terbangunnya
kehidupan masyarakat yang baik. Atas dasar itulah Islam
menganjurkan
agar suami maupun istri berperilaku yang baik terhadap pasangan masing- masing. Sikap yang baik dari kedua belah pihak,
adanya saling pengertian,
saling
menghargai dan menghormati serta saling mengasihi, merupakan pilar dasar terciptanya keluarga sakinah,
mawaddah wa rahmah.
Prinsip hubungan suami istri dalam
islam adalah al- mu’asyarah bil- ma’ruf,
yaitu
bergaul dengan cara yang baik. Hal itu bisa diwujudkan dengan adanya hak dan kewajiban yang dilaksanakan secara seimbang, perkataan yang
baik, perbuatan yang
baik, dan
hati yang penuh kasih. Dengan prinsip al-
mu’asyarah bil- ma’ruf, maka
cinta dan
kehangatan keluarga akan tercipta sehingga sebuah keluarga yang harmonis pun akan terwujud.
Wallohu’alam bisshowab.
No comments:
Post a Comment